Bismillahirrahmaanirrahiim.
Hari
ini Senin tanggal 9 Juni 2014, tepat dengan diselenggarakannya acara debat
CAPRES dan CAWAPRES Indonesia 2014 di stasiun televisi. Saya sebagai warga
negara yang penuh rasa syukur dilahirkan sebagai muslim di tanah Indonesia,
merasa sangat peduli terhadap setiap apa yang terjadi di negeri yang pernah
disegani Uni Soviet dan Amerika Serikat ini sebagai titik kuat ketiga diantara
dua negara adi daya itu. Dirasakan begitu penting untuk menyimak “debat capres
dan cawapres 2014”, karena dengan menyaksikan acara tersebut, diharapkan adanya
tambahan materi dan informasi yang bersifat analistis yang kemudian bisa dicerna ke dalam sebuah bentuk
pemikiran yang beralasan.
Ada
dua pasang kandidat capres dan cawapres yakni nomor urut 1. Prabowo Subianto
dan Hatta Radjasa, juga nomor urut 2. Joko Widodo dan Jusuf Kala. Saya melihat
kedua pasang kandidat memiliki potensi kepemimpinan yang baik, optimis, pekerja
keras, nasionalis, toleran, dan sangat siap mendapat mandat suci dari Allah dan
rakyat untuk menjaga dan mengelola tanah air Indonesia. Pernyataan saya
berlandaskan pada “opening speech”
dari masing-masing kandidat yang begitu serius ingin membenahi segala bentuk
kerusakan di Indonesia dengan ide-ide yang siap dipertanggungjawabkan melalui implementasi
aktif dan strategis pada masa jabatan yang apabila salah satu dari kedua pasang
kandidat terpilih menjadi presiden dan wakil presiden mendatang.
Setelah
menyaksikan keseluruhan acara debat tersebut, hal itu memberi saya sebuah
analisa sederhana yang secara langsung hadir dalam pikiran bersamaan dengan
satu opini final terkait hal-hal yang telah begitu jelas saya saksikan dalam
debat capres dan cawapres tersebut. Ada dua hal yang saya rasa perlu untuk
diutarakan dalam tulisan saya ini. Mari kita kategorikan dua pasang kandidat ini
kedalam dua karakter yang pada dasarnya baik namun memiliki fungsi yang cukup
berbeda. Karakter pasangan kandidat nomor satu yang harus saya representasikan
kepada pak Prabowo Subianto sebagai calon presiden Indonesia 2014, memiliki
karakter sebagai seorang “pemikir”
yang lahir melalui proses “pekerja”.
Saya katakan bahwa Prabowo cukup menjadi seorang “pekerja” selama puluhan tahun berkiprah dalam dunia militer yang
secara langsung terlibat dalam aksi-aksi pembelaan tanah air. Terlepas dari
propaganda pemecatan beliau dari KOPASUS, namun saya yakin saksi hidup yang
pernah secara langsung berada dalam satu tim tugas kenegaraan, akan mengetahui
persis seperti apa profesionalime seorang Prabowo Subianto. Tahun 2014 ini
beliau menjadi capres yang matang secara konseptual (pemikir) dan menyadari
bahwa dia membutuhkan orang-orang lapangan yang siap bertanggung jawab untuk
merealisasikan gagasan dan kebijakan yang akan dia buat. Dilihat dari semua
jawaban dan pernyataan dalam acara debat tersebut, saya menarik suatu simpulan
bahwa beliau siap menjadi decision maker
untuk kepentingan menjaga dan mengelola NKRI dengan optimis dan penuh rasa
tanggung jawab.
Selanjutnya
mari kita beralih kepada pak Joko Widodo sebagai kandidat presiden nomor urut
dua. Berdasarkan rekam jejak beliau ketika menjabat wali kota dan gubernur, ada
aspek positif yang melekat kuat dalam karakternya yaitu sebagai “pekerja”. Joko Widodo tidak begitu
tertarik untuk memberikan pidato atau wejangan di atas mimbar, namun beliau
sangat antusias melakukan aksi lapangan secara langsung dalam merespon masalah
yang dianggap masih relevan untuk diatasi langsung dilapangan.
Tiba
untuk saya sebagai penulis yang ingin memberikan opini terkait dua tokoh ini.
Lembaga kepresidenan Indonesia adalah salah satu lembaga tinggi yang berskala
nasional dan juga internasional. Seorang presiden sudah mutlak harus memiliki
kapasitas dengan skala kualitas nasional dan internasional pula. Saya melihat
bahwa kedua karakter (pemikir dan pekerja) ini sangat dibutuhkan seorang
pemimpin besar, namun perlu kita ingat bahwa dalam segala hal ada yang kita
sebut skala prioritas. Bila saya bandingkan antara “pemikir” dan “pekerja”, ada
skala berbeda antara kedua karakter tersebut. Saya beri analogi sederhana,
sebut saja presiden adalah seorang arsitek, menteri adalah mandor, dan pekerja
bangunan adalah guru, dokter, polisi, nelayan, seniman, dan yang lainnya. Maka
dibangunnya gedung mewah melalui gagasan arsitek yang pembangunannya dipantau
dengan baik oleh para mandornya, dan diwujudkan dengan sangat apik oleh para
pekerja bangunannya, maka gedung mewah tersebut akan terbangun sesuai dengan apa
yang para penghuninya cita-citakan, gedung mewah nan menawan tersebut bernama
“Indonesia”.
Disini
bisa saya lihat bahwa pak Prabowo Subianto lebih siap secara konseptual kemana
negara ini akan dibawa, yang pada masa pembangunannya, ide-idenya akan direalisasikan
oleh para menteri, gubernur, wali kota, bupati, dan lain-lain yang pada
akhirnya akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pak
Jokowi tidak berarti tidak layak, dia sangat layak namun dalam skala tertentu
yang akan secara sinergis membangun Indonesia ke arah yang jauh lebih baik.
Semoga
tulisan saya yang didorong atas dasar kepedulian sebagai putra bangsa
Indonesia, dapat memberi referensi terkait siapa tokoh yang kita butuhkan untuk
Indonesia berdaulat, Indonesia yang aman, nyaman, dan sejahtera. Terakhir saya
ingin mengutip sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abd al-Barr dari
Mu’adz; “Ilmu itu pemimpin, dan amal adalah pengikutnya” (Fiqih
Prioritas, Dr. Yusuf Al Qardhawy. Hal. 59).
Allahu akbar!
Merdeka!
2 comments:
Long live Prabowo-Hatta!
Prabowo-Hatta!
Post a Comment