Oleh: Ramdan Nugraha
Alam semesta adalah teka-teki yang paling rumit untuk
dikaji meski sebagian kelompok mengklaim bahwa penciptaan manusia dengan segala
unsurnya tetap menjadi yang paling kompleks. Fenomena alam semesta selalu
berubah setiap detiknya seperti apa yang pernah saya dengar dari salah seorang
akademisi bahwa satu-satunya hal yang abadi di dunia ini adalah perubahan.
Lucy dan
Probabilitas Manusia Unggul
Bila anda pernah menonton film yang disutradarai oleh Luc Besson berjudul “Lucy” yang sekaligus menjadi nama tokoh
utama film ini yang diperankan oleh Scarlett
Johansson (2014), anda akan mendapatkan semacam cerita fantasi yang bisa
diterima nalar logis karena skenario film sengaja dibuat sedemikian rupa agar
bisa dicerna dengan akal manusia sebagaimana film science fiction pada umumnya. Yang menarik dari film ini adalah tentang
kapasitas otak manusia yang bisa digunakan secara maksimal sampai pada tingkat
100%. Manusia umum seperti kita yang hidup saat ini rata-rata menggunakan
kapasitas otak hanya sampai 10% saja. Meski dengan kapasitas otak 10% ini,
manusia sudah mampu meciptakan banyak hal luar biasa seperti handphone, pesawat, drone, satelit, dan temuan fantastik lainnya. Lalu bagaimana
apabila kita mampu upgrade otak kita
sampai pada kapasitas 100%? Tidak terbayangkan bahwa Lucy, tokoh utama dalam
film ini bisa mengendalikan dirinya sendiri untuk levitasi (melawan gravitasi bumi) yang konon para Wali Songo pun
sering mempraktikkannya dulu. Lebih jauh lagi, Lucy bisa mengendalikan orang
lain untuk tidak bergerak atau bahkan mengarahkan orang lain mengikuti apa yang
ia perintahkan seperti para pelaku hipnotis namun dengan tingkatan yang jauh lebih
fantastis.
Yang paling menakjubkan dan yang membuat saya “ragu tapi
optimis” adalah teleportasi dan time-travelling. Bila anda akrab dengan
kisah para Sunan atau Wali, teleportasi bukanlah hal yang langka untuk dibahas.
Seperti beberapa Wali Songo yang hanya menutup mata di suatu tempat kemudian
membuka mata di tempat lain. Ilmu ini dikenal dengan ilmu laduni dalam dunia mistisisme agama Islam. Atau bila harus lebih
jauh, perjalanan Rasulullah Muhammad ke Sidratul Muntaha yang secara klasik dan
turun temurun dijelaskan hanya pada batas keyakinan transendental yang mungkin
saja suatu saat bisa dijelaskan secara ilmiah.
Penelitian terbaru di Amerika dan Rusia mengatakan sudah
bisa memindahkan materi/benda ke tempat lain meskipun dengan hasil yang belum
sempurna yaitu benda tersebut hancur dari bentuk asalnya namun berhasil
dipindahkan atau diteleportasikan. Itu menjadi indikator bahwa teleportasi
bukanlah hal mistis namun sangat saintifik. Sederhana bila kita mau kaitkan
dengan firman Allah dalam Surat an Naml (27) ayat 38 – 40 tentang pemindahan
istana ratu Balqis oleh seorang manusia ahli kitab hanya dalam hitungan detik
sesaat setelah nabi Sulaiman membuka mata dari kedipannya.
Maka jelas, dari sudut pandang agama dan sains,
teleportasi tidaklah bisa ditolak. Hanya kelompok anti sains dan fanatis agama
yang otaknya tak mampu menjangkau rasionalitas sains saja yang tidak bisa membuka
pikiran lebih jauh dalam diskursus tersebut. Bahkan bila boleh membuat
konklusi, manusia dengan kapasitas penggunaan otak 100% barangkali sudah
bersatu dengan Dzat Maha Sains yang kita sebut dengan Tuhan atau Allah.
Interstellar dan Dilatasi
Waktu
Film kedua yang juga membuka cakrawala imajinasi-logis adalah film garapan Christoper Nolan yang diberi judul Interstellar. Film yang perdana tayang
pada tahun 2014 ini extremely
mind-blowing meski menimbulkan beragam penilaian dari penontonnya. Bercerita
tentang bumi pada rentang waktu 2060-2070 dengan keadaan yang sudah rusak dan
mengalami fase hampir punahnya entitas manusia yang disebabkan bencana alam dan
penyakit sebagai dampak logis yang ditimbulkan oleh gaya hidup peradaban manusia
pada masa itu.
Ide utama yang saya tangkap dari film ini adalah
“pencarian bumi baru” dalam rangka menyelamatkan kehidupan manusia generasi
berikutnya yang dianggap sudah tidak akan mampu bertahan dengan bumi yang sudah
sangat tidak steril untuk ditempati. Cooper
(Matthew McConaughey) sebagai tokoh utama film ini adalah seorang ex-astronot
yang memiliki dua orang anak, Tom dan
Murphy. Murphy, anak gadis Cooper
yang sedari kecil tertarik dengan sains mengalami kejadian aneh yaitu sering mendapati
buku jatuh dari rak dikamarnya yang dia anggap sebagai kejadian mistis oleh
hantu. Ada keanehan lain ketika terjadi badai debu yang kemudian menciptakan
pola koordinat yang setelah ditelusuri bersama ayahnya, mengantarkan mereka
pada suatu lokasi rahasia NASA. Dari sinilah, Cooper dengan kejadian yang
membawanya masuk ke kantor NASA secara misterius itu akhirnya diminta bantuan
untuk menjadi koordinator astronot dengan misi memastikan posibilitas tiga
planet yang bisa ditempati oleh manusia ketika bumi tidak dapat lagi
diselamatkan.
Pesawatnya yang masuk melaui Wormhole (jalan pintas antar galaksi) mengantarkannya menemukan
planet bernama Miller diluar Bima Sakti
untuk diteliti. Karena terjadi semacam kesalahan teknis, mesin pesawat mati selama
tiga jam lebih di planet tersebut yang berimbas sekitar dua puluh tiga tahun
durasi waktu bumi. Ini akhirnya mengingatkan saya pada cerita guru ngaji ketika
kecil bahwa satu hari di akhirat adalah sekitar seribu tahun di bumi. Terdapat
semacam benang merah antara cerita keyakinan agama dengan kajian sains dalam
film ini. Artinya ada dilatasi waktu yang nyata antara satu lokasi dengan
lokasi lain yang jaraknya miliaran tahun cahaya dari bumi.
Pada bagian akhir film, Cooper rela melepaskan diri ke
suatu ruang lima dimensi (5D) yang merupakan gabungan dunia tiga plus empat
dimensi yang bisa digambarkan seperti ruang data digital setiap episode
kehidupan manusia yang dinamai Tesseract
dengan ukuran yang dinamis dan bentuk yang tidak beraturan. Bisa jadi, di akhirat
nanti kita baru bisa melihat dan masuk ruang ini. Pernah jugakah anda mendengar
orang tua yang mengatakan “nanti di akhirat mah diperlihatkan semua kejadian
tentang hidup kita”? saya kira film ini cukup menjawab semua ajaran keyakinan
dalam agama yang tidak dijelaskan secara logis.
Tokoh Cooper terlempar ke masa depan sekitar 85 tahun dan
terperangkap dalam dunia lima dimensi yang kemudian dia berhasil melihat salah
satu episode hidupnya ketika menemui Murphy anak gadisnya untuk memutuskan
pergi ke luar angkasa. Dan ternyata, buku-buku yang jatuh dari rak di kamar
Murphy dilakukansendiri oleh Cooper di Tesseract demi memberi kode morse untuk
anaknya bahwa dia masih hidup, dan yang menjatuhkan buku-buku itu bukanlah
hantu seperti yang Murphy kira. Relativitas waktu ini seperti cerita yang
mungkin saja mitos bahwa Nabi Khidir pernah belajar ilmu fiqih ke Imam Syafi’i.
Secara nalar logis, bagaimana mungkin Khidir yang hidup di zaman Musa kok
berguru pada Syafi’i yang hidup jauh ratusan tahun di depan. Sekali lagi ini
menjelaskan keyakinan transenden menjadi nalar logis.
Dari kedua film science-fiction diatas, kita bisa
mendapatkan nilai untuk selalu berijtihad
bahwa kehidupan ini tidak sesederhana yang kita kira, tidak sesempit diskusi
fiqih khilafah hitam-putih yang tak pernah memberi solusi perbaikan zaman atau
shifting-paradigm yang lebih kontributif untuk kelangsungan hidup umat manusia
yang jauh lebih baik ke depan. Ada banyak rahasia yang Allah bolehkan kita
sebagai ciptaan-Nya untuk meneliti kehidupan dan semesta sejauh yang kita mampu
dengan akal yang Dia berikan yang pada akhirnya akan mengantarkan kita menemui-Nya
dengan ilmu dan rahmat-Nya.
No comments:
Post a Comment