Monday, 14 December 2015

HARAPAN ATAS ISLAM YANG HAMPIR WASSALAM



Oleh: Ramdan Nugraha

Kali ini ingin sekali ku menangis
Menyaksikan saudara sesama muslim saling menghakimi
Menghujat dengan dalil multi-tafsir sebagai alat legitimasi
Memonopoli Surga dan nilai-nilai munafik duniawi
Mengapa Islam sehancur ini?

Ada sebagian korban sejarah yang dibangun dari hasrat kekuasaan
Yang puncaknya adalah pembantaian Shiffin
Menciptakan dua golongan yang di adu atas dasar fanatisme terhadap pemimpin
Dimana nilai ajaran Muhammad kala itu?
Sudahkah terkubur bersama kain kafannya didekat Nabawi?
Atau mungkin dicuri ke Barat dan Amerika?
Tuhan boleh jadi lebih merestui mereka melanjutkan misi kenabian tanpa wahyu
Dimana akal dan kedamaian bisa lebih tumbuh subur dengan masyarakatnya yang sehat kalbu

Lalu di negeri ku “dibebani” dengan jumlah muslim yang sangat gemuk
Gemuk jumlahnya namun miskin moralnya, jauh pula kualitas akalnya
Mereka tetap bangga karena menjadi muslim
Meski kehadirannya di muka bumi sebagai perusak dan penumpah darah sesama

Mereka lupa “Islam datang dari keterasingan dan akan kembali terasing, maka beruntunglah mereka yang asing karena merekalah yang akan membenahi segala macam perkara”

Muslim di negeri ku bukanlah golongan asing,
Mengenal mereka mudah sekali,
Berebut antrian,
Memaki perbedaan,
Berpenampilan Sunan,
Percaya diri membiarkan kemiskinan,
Tak ingat mati ketika korupsi,
Poligami ketika hasrat hewani tak terpenuhi,

Namun jangan kita kira Islam telah mati,
Aku masih menyaksikan beberapa diantaranya bekerja dengan rupiah tak seberapa
Namun tetap bersahaja dan mendidik keluarga penuh suka cita
Mereka tak terjebak oleh nafsu dunia berkedok agama
Atau menambah wanita demi pemenuhan raga yang fana
Mereka masih ada meski tinggal satu atau dua.

Sekali lagi aku optimis meski lebih sering pesimis
“negeri ini belumlah mati, hanya sedang koma dan masih ada harapan bangkit”
Begitulah kata salah seorang pemimpin pewaris nilai-nilai ke-nabi-an

Ketika Islam memusuhi kemanusiaan, mengkafirkan sesama saudara, menghujat perbedaan pandang, mengasingkan korban sejarah gelap dari perebutan kekuasaan, menelantarkan fakir dan miskin, membangun KHILAFAH dengan FITNAH dan ME-MONOPOLI SURGA dengan dakwah yang menciptakan sekat-sekat yang memisahkan, lalu membunuh makhluk Tuhan atas nama Tuhan itu sendiri,
Maka saat itulah yang paling tepat kita ucapkan; Wassalam Islam!

Aku percaya cahaya itu masih ada, belum padam hingga hari pembalasan tiba.
Kuncinya jelas dan Tuhan pun berkali-kali mengatakan:
“beramal shalih, menyeru kepada yang makruf (baik) dan menjauhi yang munkar (jahat nan asing)”

Wednesday, 9 December 2015

TONG BUSUK YANG PENGECUT

oleh: Ramdan Nugraha



HEY!

Sudah semakin merasa seperti Tuhan?
Mereka yang berjuang kau bilang PEPESAN KOSONG
Padahal kita semua tahu kalian hanyalah TONG yang memang tidak KOSONG,
Tapi dipenuhi kotoran iblis semacam DENGKI, IRI, dan SOMBONG!

Ber-ilmu-lah agar TONG itu bisa diisi lagi dengan sesuatu yang bermanfaat!

Monday, 7 December 2015

Between HEAVEN & HELL

HEAVEN:

                       Prophets,                                                               Bill Gates
  Scholars,                          Einstein,                     Hawking

                 Lennon                            Soekarno                                   Gandhi

                                                                      Hatta
Edison              Sidharta Gautama                                    Intellectual                    


HELL:

anti-pluralism -- anti-humanism -- doctrines-worshippers

Tuesday, 1 December 2015

Aku, Bung Karno, dan Palangka Raya

Oleh: Ramdan Nugraha



Pengalaman mengunjungi Palangka Raya yang merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah ketika saya menjadi utusan dari tempat saya bekerja untuk mengikuti pelatihan internasional, memberi kenangan tersendiri yang terasa berbeda dan menjadi alasan terciptanya rindu setelahnya. Ada dua tempat menarik dan bersejarah di Kota Tambun Bungai yang akrab menjadi sebutan khas kota cantik ini.

Tempat pertama adalah Sungai Kahayan yang menjadi salah satu destinasi wisatawan baik lokal maupun internasional. Di sekitar kawasan sungai Kahayan masih terdapat rumah-rumah warga yang dibangun diatas lahan gambut yang genangan airnya cukup tinggi. Rumah tersebut disangga menggunakan bambu-bambu yang menurut salah saeorang warga disana, kekuatan bambu itu sangat kuat dan tahan terhadap guncangan atau gempa.


Salah satu cerita tentang sungai Kahayan yang secara turun temurun disampaikan baik kepada warga setempat dan juga kepada wisatawan adalah bagi mereka yang datang ke Palangka Raya dan tidak sempat meminum air dari sungai Kahayan, maka dipercaya orang atau wisatawan tersebut akan datang kembali ke Palangka Raya. Cerita yang sangat menarik yang seakan memberikan nilai mistis tersendiri tentang arti “rindu” terhadap kota ini. Selain itu, kemungkinan paling rasional adalah ketika anda sudah pernah mengunjungi Palangka Raya, maka akan sangat sulit untuk melupakan kota cantik di pulau Kalimantan ini.

Selain itu, terdapat jembatan sepanjang kurang lebih 640 meter yang terbentang diatas sungai Kahayan yang menghubungkan satu tepi ke tepi lainnya dan menjadi tempat lalu lintas antar kecamatan di Palangka Raya. Sekilas jembatan ini terlihat seperti jembatan-jembatan di negara lain yang populer seperti San Fransisco Bridge di Amerika.


Destinasi yang kedua adalah Tugu Bung Karno yang terletak tidak jauh dari Universitas Muhammadiyah Palangka Raya yang merupakan salah satu Universitas Terbaik di Kalimantan. Disana kita akan melihat jejak sejarah yang menjadi saksi atas perjalanan seorang yang besar dan berjasa bagi Indonesia yaitu bung Karno yang diabadikan dalam bentuk patung raksasa setinggi kurang lebih enam meter. Patung Bung Karno ini merupakan bagian dari Tugu Peletakan Batu Pertama oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Juli 1957 yang menurut informasi dari penduduk setempat Tugu tersebut merupakan titik tengah kota Palangka Raya dan lokasinya tepat dihadapan patung Bung Karno yang sedang menunjukkan jari tangan kanannya ke arah titik tersebut.


Dari berbagai informasi yang saya baca, Tugu Soekarno ini terdiri dari tujuh belas pilar yang bermakna sebagai senjata untuk berperang melawan panjajah serta melambangkan hikmah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Tugu Api yang melambangkan semangat yang tidak akan pernah padam untuk membangun dan menjaga kedaulatan Indonesia. Bentuk tugu segi lima merepresentasikan filosofis dasar Pancasila.


Berdasarkan banyak informasi sejarah, Soekarno yang menjadi presiden Indonesia pertama itu pernah menetap di Palangka Raya dan memiliki rencana untuk memindahkan Ibu Kota Indonesia (Jakarta) ke Palangka Raya berdasarkan alasan demografis dan berbagai aspek lainnya yang sangat mendukung. Namun rupanya tidak ada pemimpin pasca Bung Karno wafat yang mengkaji ulang rencana Sang Proklamator yang menjadi mercusuar Asia itu. Terlepas dari itu semua, Palangka Raya tetaplah menjadi kota cantik yang menjadi medan magnet bagi warga Indonesia dan juga dunia untuk datang berkunjung dan merasakan atmosfer kota yang pernah dijejaki oleh seorang berwibawa nan jenius bernama Soekarno yang kontribusinya kita rasakan hingga detik ini dan nanti.

Monday, 23 November 2015

The Classification of Language Acquisition in General

By: Ramdan Nugraha




According to some of the experts on the field of language learning, Djonhar (2012, p.1) sums up that language acquisition classified into three categories; 1) First language, 2) Second language, and 3) Foreign language. She goes further to explain each category with their implication on the teaching of English as Foreign Language (EFL).
Based on many research it is defined that language is a matter of agreement where people or community agree to speak and write using the language they use for communication. The first category named First language (L1) is the language which has been rocognised by people since they were as babies and it was listened in people daily activities. Djonhar (2012, p.1) states L1 or native language or mother tongue is the language primarily learned and used by children or native speakers in a community where the language is spoken.
For the second category named Second language (L2) is defined as the language which is learned by non-native speakers in the environment of community where that language is spoken (Djonhar: 2012, p.1). It could be an example that India is the country who have their own mother tongue (L1) but they decide that English is dominantly spoken as the second language (L2) by the people in many opportunities dealing with the communication in that country.
The last category of language acquisition, Djonhar (2012, p.2) confirms Foreign language is language which refers to a non-native language which is learned and used by non-native speakers in the environment of non-native language. In Indonesia, there are many languages that consist of national language which is Indonesian that used by Indonesian to communicate among different area or ethnic , and then there are the local languages that have big number from each ethnic around Indonesia such as Sundanese, Javanese, and so on. The last one is English as International language and the foreign language at once.
In conclusion, each language category used by countries has its own functions and positions to the people who live in those countries. In addition, it obviously influences the Teaching English as Foreign Language (TEFL) especially for those countries who define English as foreign language must have different approaches with those who have English as the second language or even the mother tongue.

Tuesday, 10 November 2015

EDUCATION ACCORDING TO THE MUSLIM SCHOLARS

Oleh: Ramdan Nugraha



I believe that education is the root of human civilization since it brings ideas and builds the meaning of life in every generation of the mankind. From education, there are a lot of aspects born and influence what people do on earth such as justice, honesty, humanity, morality, cleanliness, tolerance, respectability, belief, etc. It shows that education seems to be the mother of all the good things exist in life.
Besides, the importance of education can be seen from the school curriculum that changes very often adapting the needs of the learners and goals of learning. Most of the countries around the world put more attention to education. Further, Indonesia is the only one country allocating the goverment’s budgeting 20% for education. Those facts are clear enough to define that education has its high position on the top of the states’ priority. In this short writing I would like to figure out the essence of education according to some muslim’s scholars who have been dealing with the field of education with the well-experienced paradigm.
Ahmad Dahlan (1868-1923) is one of the greatest muslim scholars in Indonesia who chose education as the main area for establishing and sharing his thoughts to people in Yogyakarta in order to develop Islamic understanding by directly implemented the Islamic values which popularly called as The Spirit of Al-Ma’un. Kiayi Dahlan believes that education is the important aspect to help people change their mind paradigm to be the better social creature for creating and implemeting good deeds in the social enviroment.
Kiayi Dahlan established Islamic movement that focusing on education namely Muhammadiyah in 1912. He believes that Muhammadiyah as the social organization can bridge and maintain the paradigm direction among its members to the surroundings. Besides, education which is built up in term of organization will easily create cadres with the expected thoughts and paradigm that keep struggling on the right track of doing good things. In this case, the education of religion is the way to run the organization effectively.
Another scholars, Abdul Mu’ti and Fajar Riza Ul Haq (2009) state specifically that education of religion have the meaningful role to create the generation with good character and have more tolerance among society. Since there are a lot of problems happened in Indonesia caused by the less of morality and being intolerance among the believers of religions, the position of education is crucial to be the problem-solving. In further, Sudhamek (2010) assumes education should be viewed as the knowledge industry that can be professionally maintained by the new paradigm.
Education is found to be important too according to Ali bin Abi Thalib (in Rinaldi, 2014) as the fourth Caliphate of Islam who stated that the position of knowledge is much more important than the wealth and there is no serious poverty except the stupidity. It obviously shows that knowledge can be gained through education as the meaningful value in life. That statement clearly defines the role of education has higher level than any other aspects of life such as wealth which means money, houses, clothes, cars, and so on. In fact, education leads and guides human to reach those kind of life’s components or the secondary needs.
In brief, education is strongly integrated with human civilization in shaping the view points to run the life better. I could say that education has become the main aspect for building up the states as what we still remember when Hiroshima and Nagasaki were exploded by America by using the atomic bom in the world war 2. The first question uttered by the survivor was “are there any teachers still alive?”.




References

AWS, Sudhamek (2010). Tantangan dan Rejuvenasi Peran Strategis Muhammadiyah. Jakarta: MAARIF Vol. 5, No. 1 – Juni 2010, p.61-70

Mu’ti, Abdul and Haq, Fajar Riza Ul (2009). Kristen Muhammadiyah: Konvergensi Muslim dan Kristen Dalam Pendidikan. Ciputat: Al-Wasat Publishing House

Rinaldi, John (2014). Nasihat-Nasihat Emas Khulafau Rasyidin: Pesan-Pesan Agung Dari Penduduk Surga. Yogyakarta: Sabil

Salam, Junus (2009). K.H. Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya. Ciputat: Al-Wasat Publishing House