Pemahaman agama seseorang yang sangat minim menimbulkan
sikap sekularisme yang sangat kuat – memisahkan hukum/perkara agama dengan
perkara dunia (pemerintahan, politik, sosial, kesehatan, pendidikan, dl).
Dalam tulisan ini, penulis bermaksud memberikan beberapa fenomena terjadinya
pandangan sekuler yang menyebabkan adanya ketidakkonsistenan orang-orang dalam
memandang baik dan buruk nilai dan norma kehidupan.
Pertama, terkait dengan buku-buku sumber belajar untuk
siswa dalam kurikulum baru 2013. Banyak ditemukan buku yang mempunyai pesan
moral yang sangat bertentangan dengan nilai agama, seperti adanya tema “pacaran
sehat” dalam salah satu mata pelajaran. Beberapa ahli menganggap bahwa
hal itu bermaksud baik terutama untuk memberi pandangan terbuka terhadap
hubungan siswa laki-laki dan siswa perempuan yang didasari rasa suka atau
ketertarikan fisik yang dinilai “sehat”.
Kedua, menteri kesehatan periode lalu yang sempat
menggelar acara “membagi-bagikan kondom gratis untuk pencegahan HIV AIDS”.
Apakah pengajar/dosen menteri tersebut ketika belajar di bangku kuliah kurang
referensi atau bahkan tidak mampu menginterpretasi nilai-nilai agama yang sudah
sedemikian sempurna dalam cara mencegah wabah penyakit bernama “HIV AIDS”? solusi nya bukanlah membagi-bagikan kondom gratis, namun buatlah kebijakan yang
kuat dalam menyikapi para pelaku seks bebas. Implementasi syariah Islam telah
begitu jelas bagaimana menyikapi perkara seks bebas tersebut dengan hukum
rajamnya. Dengan kebijakan tersebut, keinginan untuk melanggar akan lebih
sedikit. In sya Allah.
Ketiga, salah satu lokasi terjadinya bisnis prostitusi
terbesar di Indonesia; Gang Doli,
mendapat begitu banyaknya penolakan ketika pemimpin daerah setempat berniat
membubarkan dan menutup ruang hina tersebut. Para penolak keputusan ditutupnya
Gang Doli itu memiliki beberapa alasan; para pedagang kecil akan kehilangan
pekerjaan, para pekerja seks komersial pun akan mengalami hal yang sama, dan
kegiatan hina tersebut memberi pemasukan untuk para “pejabat” terkait. Penulis
hanya bisa memberi respon tertulis; “seriously?"
Dan yang keempat, yang
sangat “happening” saat ini. Ketika
presiden baru Indonesia mengumumkan susunan kabinet baru kementerian Republik
Indonesia. Ada salah satu menteri nyentrik
dengan semua kesuksesannya. Sebelumnya, penulis menegaskan bahwa kekayaan finansial
bukanlah bentuk kesuksesan absolut. Kembali pada persoalan menteri baru ini,
dia adalah seorang wanita dengan gaya hidup yang cukup berbeda. Dia adalah
tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), merokok adalah salah satu hal yang
mungkin sudah menjadi kebutuhannya. Dua hal itu penulis rasa sudah cukup
mengantar akhir dari tulisan ini. Golongan orang di Indonesia yang mula-mula
begitu anti rokok dan menganggap rokok lebih menyeramkan dibanding makhluk yang
tidak sudi sujud kepada Adam as., mereka bersikap mulai tidak konsisten dengan
dalih “yang paling utama adalah prestasi bu menteri yang sudah menciptakan
sesuatu, anda sudah menciptakan apa?” menggelitik sekali pemikiran
seorang sekularis itu. Mungkin saja bila suatu saat ada menteri hobinya judi
pun akan dimaklumi asal berprestasi secara finansial. Yang kedua, seakan
standar negara ini makin terpuruk dan tertinggal jauh oleh negara-negara
tetangga. Dengan adanya menteri lulusan SMP, maka jangan pernah salahkan mereka
yang nanti melamar ke perusahaan-perusahaan dengan membawa ijazah SMP, bila
perusahaan tersebut menolak, maka secara awam saya katakan perusahaan tersebut
jauh lebih bermartabat dibanding negara ini. Menteri adalah representasi
keilmuan, profesionalisme dan teladan sikap untuk masyarakat yang diwakilinya,
yang nantinya akan menciptakan kebijakan-kebijakan yang membantu rakyat
tentunya dengan implementasi nilai dan norma manusia, bukan sebuah pertimbangan
sesaat yang bisa berubah haluan sesuka hati.
Penulis dapat
menyimpulkan bahwa terjadinya reduksi moral bangsa ini adalah karena pemahaman
agama yang jauh dari cukup, sehingga nilai-nilainya ditinggalkan dengan asumsi
sudah tidak adanya relevansi antara nilai agama dengan perkembangan zaman dan
masyarakatnya. Agama itu ilmu, dan ilmu adalah sebaik-baiknya panduan dalam
bertindak. Semoga banyak yang ingin kembali berilmu dan bertindak sesuai kaidah
keilmuan yang baik dan benar.
Ramdan Nugraha, 29 Oktober 2014 –
07:57 WIB