Tuesday, 28 October 2014

KETIKA AGAMA DIANGGAP SUDAH KUNO



Pemahaman agama seseorang yang sangat minim menimbulkan sikap sekularisme yang sangat kuat – memisahkan hukum/perkara agama dengan perkara dunia (pemerintahan, politik, sosial, kesehatan, pendidikan, dl). Dalam tulisan ini, penulis bermaksud memberikan beberapa fenomena terjadinya pandangan sekuler yang menyebabkan adanya ketidakkonsistenan orang-orang dalam memandang baik dan buruk nilai dan norma kehidupan.
Pertama, terkait dengan buku-buku sumber belajar untuk siswa dalam kurikulum baru 2013. Banyak ditemukan buku yang mempunyai pesan moral yang sangat bertentangan dengan nilai agama, seperti adanya tema “pacaran sehat” dalam salah satu mata pelajaran. Beberapa ahli menganggap bahwa hal itu bermaksud baik terutama untuk memberi pandangan terbuka terhadap hubungan siswa laki-laki dan siswa perempuan yang didasari rasa suka atau ketertarikan fisik yang dinilai “sehat”.
Kedua, menteri kesehatan periode lalu yang sempat menggelar acara “membagi-bagikan kondom gratis untuk pencegahan HIV AIDS”. Apakah pengajar/dosen menteri tersebut ketika belajar di bangku kuliah kurang referensi atau bahkan tidak mampu menginterpretasi nilai-nilai agama yang sudah sedemikian sempurna dalam cara mencegah wabah penyakit bernama “HIV AIDS”? solusi nya bukanlah membagi-bagikan kondom gratis, namun buatlah kebijakan yang kuat dalam menyikapi para pelaku seks bebas. Implementasi syariah Islam telah begitu jelas bagaimana menyikapi perkara seks bebas tersebut dengan hukum rajamnya. Dengan kebijakan tersebut, keinginan untuk melanggar akan lebih sedikit. In sya Allah.
Ketiga, salah satu lokasi terjadinya bisnis prostitusi terbesar di Indonesia; Gang Doli, mendapat begitu banyaknya penolakan ketika pemimpin daerah setempat berniat membubarkan dan menutup ruang hina tersebut. Para penolak keputusan ditutupnya Gang Doli itu memiliki beberapa alasan; para pedagang kecil akan kehilangan pekerjaan, para pekerja seks komersial pun akan mengalami hal yang sama, dan kegiatan hina tersebut memberi pemasukan untuk para “pejabat” terkait. Penulis hanya bisa memberi respon tertulis; “seriously?"
Dan yang keempat, yang sangat “happening” saat ini. Ketika presiden baru Indonesia mengumumkan susunan kabinet baru kementerian Republik Indonesia. Ada salah satu menteri nyentrik dengan semua kesuksesannya. Sebelumnya, penulis menegaskan bahwa kekayaan finansial bukanlah bentuk kesuksesan absolut. Kembali pada persoalan menteri baru ini, dia adalah seorang wanita dengan gaya hidup yang cukup berbeda. Dia adalah tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), merokok adalah salah satu hal yang mungkin sudah menjadi kebutuhannya. Dua hal itu penulis rasa sudah cukup mengantar akhir dari tulisan ini. Golongan orang di Indonesia yang mula-mula begitu anti rokok dan menganggap rokok lebih menyeramkan dibanding makhluk yang tidak sudi sujud kepada Adam as., mereka bersikap mulai tidak konsisten dengan dalih “yang paling utama adalah prestasi bu menteri yang sudah menciptakan sesuatu, anda sudah menciptakan apa?” menggelitik sekali pemikiran seorang sekularis itu. Mungkin saja bila suatu saat ada menteri hobinya judi pun akan dimaklumi asal berprestasi secara finansial. Yang kedua, seakan standar negara ini makin terpuruk dan tertinggal jauh oleh negara-negara tetangga. Dengan adanya menteri lulusan SMP, maka jangan pernah salahkan mereka yang nanti melamar ke perusahaan-perusahaan dengan membawa ijazah SMP, bila perusahaan tersebut menolak, maka secara awam saya katakan perusahaan tersebut jauh lebih bermartabat dibanding negara ini. Menteri adalah representasi keilmuan, profesionalisme dan teladan sikap untuk masyarakat yang diwakilinya, yang nantinya akan menciptakan kebijakan-kebijakan yang membantu rakyat tentunya dengan implementasi nilai dan norma manusia, bukan sebuah pertimbangan sesaat yang bisa berubah haluan sesuka hati.
Penulis dapat menyimpulkan bahwa terjadinya reduksi moral bangsa ini adalah karena pemahaman agama yang jauh dari cukup, sehingga nilai-nilainya ditinggalkan dengan asumsi sudah tidak adanya relevansi antara nilai agama dengan perkembangan zaman dan masyarakatnya. Agama itu ilmu, dan ilmu adalah sebaik-baiknya panduan dalam bertindak. Semoga banyak yang ingin kembali berilmu dan bertindak sesuai kaidah keilmuan yang baik dan benar.

Ramdan Nugraha, 29 Oktober 2014 – 07:57 WIB

No comments: