Wednesday 13 September 2017

REVIEW BUKU SANG GURU: 13 Wejangan Keramat Agar Tetap Diingat



Oleh: Ramdan Nugraha



PENGANTAR
Pada zaman dimana manusia pra-sejarah masih hidup dalam kondisi pemenuhan unsur pokok demi pertahanan hidup, mereka belum pada masa penggunaan nalar logis sebagaimana yang dilakukan manusia yang hidup hari ini. Kebutuhan untuk bertahan hidup membuat manusia pra-sejarah lebih memokuskan diri untuk melakukan kegiatan seperti berburu sebagai pememenuhan kebutuhan pokok hidupnya. Kegiatan berburu ini tentu harus didukung oleh kebutuhan penunjang lain semisal alat berburu, maka manusia pra-sejarah memiliki keahlian membuat alat berburu tradisional seperti kapak dan tombak yang mereka buat untuk melakukan perburuan demi pemenuhan kebutuhan yang tujuan utamanya adalah bertahan dan mempertahankan komunitasnya untuk tetap hidup.
Puluhan ribu tahun setelah itu, ketika manusia sudah pada masa terpenuhi sandang, pangan, dan papannya, mereka kemudian memiliki apa yang pernah disampaikan oleh Luthfi Assyaukanie dalam kuliah umumnya sebagai “waktu luang”. Waktu luang inilah yang kemudian menjadi titik manusia untuk melakukan perenungan nalar dengan situasi yang relaxed dan mampu secara radikal bertransformasi dan bersumbangsih untuk peradaban bumi dengan sangat cepat dibanding usia bumi itu sendiri. Dari durasi puluhan ribu tahun saja usia bumi diantara panjangnya kurun waktu dari seluruh rangkaian sejarah semesta, manusia mampu melakukan penjelajahan nalar-rasionya dalam bentuk penelitian dan pencarian sejarah penciptaan planet yang mereka tempati yang usianya sudah miliaran tahun sejak terjadinya big bang yang menjadi magnum opus dari teori yang dikemukakan oleh Stephen Hawking.
Hal tersebut diatas menguatkan bahwa manusia adalah makhluk luar biasa yang mampu melakukan sesuatu yang boleh jadi melebihi jangkauan fisiknya yang—relatif—lemah, namun tidak dengan otaknya yang terus berkembang mengejawantahkan nilai-nilai budaya yang sudah terbangun oleh para moyangnya dengan inovasi yang sangat transformatif dan revolusioner. Pendidikan merupakan salah satu aspek paling penting dalam kehidupan manusia. Dari pendidikan, manusia mampu menjelajahi dimensi paling jauh dalam sejarah peradaban makhluk hidup bahkan pada titik paling awal kehadiran semesta dalam ukuran nalar rasio yang bekerja melalui otak mereka.
Pendidikan merupakan salah satu produk budaya autentik manusia sejak dirinya hadir di muka bumi. Selama manusia telah ada dan masih ada, maka pendidikan itu telah hadir dan terus berkembang. Saya melihat dasar-dasar nilai pendidikan yang dilakukan manusia pra-sejarah lebih kepada naluri dan intuisi untuk bertahan hidup atau boleh saya katakan sebagai pendidikan yang sederhana disebabkan kebutuhan yang juga—masih—sederhana pada masanya. Naluri manusia pra-sejarah untuk melindungi keluarganya, memberi makan, memberi rasa aman, dan kebutuhan umum manusiawi lainnya bisa kita sebut sebagai dasar-dasar pendidikan yang kemudian menjadi cikal-bakal pendidikan sosial yang penjabaran aspeknya dipelajari oleh manusia hari ini.
Perkembangan manusia dalam setiap zaman kemudian saling membentuk budaya yang tetap tidak bisa melepaskan diri dari aspek pendidikan, sebaliknya, memperkuat pendidikan tersebut pada ruang yang kemudian diformalisasi dalam bentuk institusi dan kelembagaan yang diikuti oleh unsur-unsurnya seperti guru dan murid. Dalam perkembangannya, pendidikan mentransformasikan diri untuk beradaptasi dengan setiap zaman yang dibentuk oleh budaya dan kondisi geografis dan demografis masyarakatnya yang saling berkaitan dan saling membentuk satu sama lain.
Pendidikan itu sendiri dimulai sejak manusia lahir ke muka bumi. Sejalan dengan apa yang disampaikan secara definitif oleh Purwanto dikutip dalam Kumalasari (2008) menyatakan, “pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.”

SANG GURU: 13 Wejangan Keramat Agar Tetap Diingat
Buku perdana yang saya tulis adalah buku catatan empiris penulis yang telah mengalami berbagai kondisi dalam lingkungan heterogen yang bersinggungan langsung dengan hal ihwal pedagogis di beberapa lembaga pendidikan formal dan informal. Semua pengalaman disajikan ke dalam 13 poin--wejangan--yang merepresentasikan setiap pengalaman yang pernah penulis alami. Dari ketigabelas wejangan yang disajikan, penulis mengkategorikan ke dalam tiga poin besar; 1) mengingatkan, 2) mengkritik, dan 3) mengajak.

Poin Mengingatkan
Betapapun sempurnanya manusia dengan pernyataan Tuhan dalam tradisi Islam yang menyatakan “sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tin: 4), namun adanya nafsu atau hasrat (desire) telah mengajak manusia untuk menyadari bahwa kesempurnaannya bisa berubah bahkan berpotensi rusak ketika mereka tidak mampu mengontrol nafsunya dalam kehidupan. Beberapa poin dari 13 wejangan yang penulis kategorikan sebagai poin untuk mengingatkan adalah seperti:

Your appearance is the first impression (penampilan anda merupakan kesan pertama),

Reading is the teachers’ need (membaca adalah kebutuhan guru),

Teaching is sharing things (mengajar adalah membagikan banyak hal),

Critics should be our vitamin (kritik harus menjadi vitamin untuk kita)

Dari keempat wejangan diatas, penulis ingin mengingatkan diri sendiri dan juga lingkungan pendidik yang seringkali lupa dengan beberapa prinsip pokok yang harus mampu diejawantahkan sebagai seorang pendidik terhadap murid yang kami didik. Masih ada sementara pendidik yang berpandangan bahwa penampilan tidak lebih berfungsi kecuali hanya sebagai cangkang dari esensi yang pokok. Namun penulis rasa kita harus mampu lebih bijak untuk melihat kearifan budaya dan tradisi tempat dan masyarakat dimana kita berkecimpung dan berkomunikasi. Tetap ada rambu-rambu budaya yang tidak bisa kita bentuk untuk mengikuti apa yang kita anggap—secara subjektif—paling benar dan kemudian memaksakan kehendak dengan cara menabrak segala rambu yang membahayakan tidak hanya diri sendiri namun juga banyak pihak.

Poin Mengkritik
Dari poin besar yang kedua ini, penulis merangkum beberapa poin yang bersifat kritis dari 13 wejangan dalam buku penulis yaitu:

Question is not an evil (pertanyaan bukanlah hal yang menakutkan),

Being mistaken, why not? (melakukan kesalahan, kenapa tidak?),

Be nice to the unique ones (berbaiksangkalah kepada murid yang unik),

Loving them is not different with loving our wives (menyayangi mereka tidak sama dengan menyayangi istri kita),

Our problems are not theirs (masalah kita bukanlah masalah mereka)

Saya sebagai penulis sadar sepenuhnya bahwa ketika melakukan sebuah kritik, saya juga harus sudah adil untuk melakukan autokritik pada diri saya sendiri. Namun faktanya memang seringkali saya dan mungkin sebagian-sementara yang lain, terjebak pada nafsu subjektifitas yang seringkali tidak adil melihat dan bertindak. Kelima poin kritis tersebut diatas adalah pengalaman yang pernah memaksa penulis untuk berintrospeksi secara mendalam dan reflektif, sehingga penulis kira ini perlu untuk kemudian dibagikan kepada mereka yang mungkin pernah mengalami hal yang sama.
Ada pendidik yang tidak ingin kehilangan kredibilitasnya dihadapan murid ketika dia tidak mampu menjawab sebuah pertanyaan, sehingga, melakukan kebohongan publik menjadi pilihan demi menyelamatkan harga dirinya. Menurut para pelaku hal semacam ini, menjadi salah adalah sebuah aib yang tidak boleh terjadi. Atau ada juga yang tidak mampu sabar membaca anak muridnya yang hadir dengan karakter yang sangat unik dan beragam, sehingga, mengacuhkan murid tersebut dipilih sebagai jalan umum yang sangat tidak etis. Lebih buruk, ada pendidik yang tidak mampu mengontrol syahwatnya sehingga memandang murid sebagai objek yang bisa dia kuasai dengan kapasitasnya sebagai seorang guru.
Hal-hal diatas itu perlu kritik tajam dari kita yang masih menyimpan dan menggunakan nalar dan nurani yang seimbang untuk dengan tegas memosisikan etika dan moral sebagai keutamaan manusia hidup di muka bumi. Kecerdasan setinggi apapun akan runtuh nilainya ketika etika dan moral telah mereka penjara dalam jeruji nafsu liar yang tidak mengenal batas-batas apapun.

Poin Mengajak (persuasi)
Poin besar yang terakhir dari 13 wejangan buku saya adalah poin mengajak atau persuasi. Poin-poin tersebut adalah:

Loving your students to make you loved (sayangi murid anda agar anda pun disayangi),

The classroom is your home sweet home (ruang kelas adalah rumah anda),

Appreciating is motivating (mengapresiasi artinya memotivasi),

Teacher inside, friend outside (guru di dalam, kawan di luar)

Keempat poin diatas mengajak pembaca terutama para pendidk dan calon pendidik agar mampu melihat hal-hal yang boleh jadi terlihat sangat sederhana, namun sebenarnya berimplikasi besar. Selama penulis mengikuti berbagai forum kegiatan, ada beberapa diantaranya mengajarkan penulis bahwa apresiasi itu sangat penting dan mampu memberikan kekuatan diluar ekspektasi umum.
Menjadi pendidik yang tidak peka untuk memberikan apresiasi terhadap anak didiknya akan memberikan proses pendidikan yang hampa nilai dan hanya berakhir pada teori yang sulit termanifestasikan dalam kehidupan baik untuk guru maupun muridnya. Atau pendidik yang hanya hadir di kelas dengan segala materi yang perlu untuk diajarkan namun dia tidak membawa jiwanya masuk ke dalam, hanya akan membentuk atmosfir pendidikan yang kaku dan miskin nilai.
Akhirnya, penulis dengan mantap menyatakan bahwa pendidikan adalah unsur pokok hidup manusia yang akan tetap ada dan berkembang selama manusia itu masih ada. Pendidikan akan sangat menentukan arah peradaban manusia dalam setiap zamannya, karena dia, seperti yang pernah disinggung oleh Aristoteles dalam Tate (2015: 32) yang disebut dengan “practical wisdom” dimana pendidikan memliki peran penting dalam menentukan pilihan moral manusia dalam kehidupan. Pengelolaan dan evaluasi pendidikan yang baik akan secara signifikan berpengaruh pada segala hal berkait dengan manusia dan seluruh unsur kehidupan yang mengikatnya. Merawat dan mengelola pendidikan adalah usaha mutlak untuk merawat dan mengelola peradaban manusia.



REFERENSI

[KOMUNITAS] "Evolusi Perpustakaan dan Peradaban" oleh Luthfi Assyaukanie - TV Inspirasi.co https://www.youtube.com/watch?v=RgM7ADbGzdc

Kumalasari, Dyah (2008). Diktat Pengantar Sejarah Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta

Nugraha, Ramdan (2017). SANG GURU: 13 Wejangan Keramat Agar Tetap Diingat. CV Samudra Biru, Yogyakarta

Tate, Nicholas (2015). What Is Education For: the view of the great thinkers and their relevance today. John Catt Educational Ltd.