Wednesday 16 November 2016

Kamu dan Ketulusan Tanpa Alasan





oleh: Ramdan Nugraha

Kau adalah diksi
yang tak pernah melengkapi puisi
atau gula yang tak pernah ingin lebih manis dalam secangkir kopi
Kau adalah ketulusan
yang tak pernah meminta tempat pada kalkulasi
Bahkan aku tak pernah punya alasan
mengapa kau ada di bagian terdalam dari hati

Wednesday 26 October 2016

Aku Memilih Jujur

Oleh: Ramdan Nugraha



Aku adalah orang jujur dalam tulisan

Terbungkus etik menghormati keberpura-puraan

Kenalilah aku dalam dunia tak tersentuh

Karena bila berpapasan pasti gaduh

Kalian berhak menjadi pengecut

Atas ketakutan dibenci ketidakberkualitasan pengikut

Aku pun berhak untuk jujur

Meski harus diasingkan sampai kubur

Thursday 13 October 2016

Curhatan Seorang Fanatik ‘Ada Apa Dengan Cinta’



Tahun 2002 silam, jagad perfilman Indonesia dikejutkan dengan kemunculan sebuah film berjudul ‘Ada Apa Dengan Cinta’ atau populer disingkat AADC, yang secara mutlak telah sukses memberikan tontonan baru yang cukup melawan arus pada masanya ketika film tanah air masih disuguhi dengan dominan film yang kurang nutrisi meski sebelumnya sudah ada Petualangan Sherina yang menjadi pijakan kualitas film-film setelahnya.
Film yang mengkisahkan dua siswa SMA bernama Cinta (Dian Sastrowardoyo) dan Rangga (Nicholas Saputra) berhasil memberikan warna baru tentang kehidupan remaja yang condong membangkitkan gairah kesusastraan tanah air yang mulai kurang diminati anak muda pada saat itu. Terlebih lagi, puisi menjadi salah satu esensi pokok yang tidak dapat dipisahkan dari film ini.
Kesuksesan film AADC ini rupanya telah sukses pula menciptakan semacam fanatisme pada dua tokoh utama dalam film ini yaitu Cinta dan Rangga. Cinta sebagai remaja cerdas dan populis disekolahnya adalah tipe yang perfeksionis dan selalu mengikuti perkembangan trend kehidupan. Selain itu, dia juga memiliki empat sahabat dekat (Karmen, Maura, Milly, dan Aliya) yang hubungannya mungkin bisa dikatakan sudah seperti saudara atau keluarga sendiri yang juga sangat berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam hidup Cinta.
Di pihak lain ada sosok Rangga yang menjadi semacam antitesis dari Cinta. Seorang remaja idealis yang tidak takut untuk berdiri sendiri hanya karena perbedaan prinsip dan pandangan dengan kelompok mainstream dalam hidupnya. Rangga yang sangat gemar membaca membawanya menjadi sosok yang aneh dan kurang diterima lingkungannya.
Kecintaan Rangga pada sastra secara spontan termanifestasi ke dalam bentuk puisi-puisi yang dia tulis pada waktu luangnya meski hanya untuk konsumsi pribadinya. Rangga adalah sosok muda yang berani untuk mempertahankan pandangan yang menurutnya benar meski harus dimusuhi banyak sekali pihak.
Dua karakter diatas kemudian menjadi sosok idola yang tiada banding tepat setelah film itu diputar di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Dampak dari film AADC ini pun tidak bisa kita pandang sederhana. Film-film setelahnya bahkan sinetron baru apapun, hampir semua mengangkat ide yang sama yaitu tentang kehidupan anak sekolah dan kisah cinta para remaja.
Bahkan untuk beberapa hal yang bersifat detail seperti beberapa dialog Cinta dan Rangga yang sampai saat ini banyak dikutip orang yang bahkan tidak pernah menonton film itu sama sekali semisal; “Salah gue? Salah temen-temen gue?” atau juga “Kamu, iya kamu..” meski pemakaian atau pengutipan kata-kata tersebut memang seringkali cukup jauh berbeda dengan konteks yang ada pada filmnya.
Dampak lainnya adalah mulai banyak remaja yang meminati puisi dan Chairil Anwar yang menjadi tokoh yang puisi-puisinya menjadi bacaan seorang Rangga yang akhirnya disukai juga oleh Cinta. Yang pasti, betapa masifnya konten AADC yang sudah sekian belas tahun lalu diputar, efek dominonya tidak juga selesai atau hilang.
Pada April 2016 lalu, ternyata sekuel AADC yang benar-benar telah sangat ditunggu jutaan penggemar fanatiknya termasuk saya, diluncurkan dengan judul ‘Ada Apa Dengan Cinta 2’. Masih ingat ketika menonton AADC pertama, usia saya sekitar 13 tahun dan masih berstatus siswa SMP. Saat itu, internet masih menjadi medium yang cukup asing terutama diperkampungan. Saya membeli DVD untuk menonton AADC pertama dan memutarnya berkali-kali tanpa rasa bosan. Entahlah mengapa saya begitu terpikat dengan replika kehidupan remaja yang dibentuk dalam film fenomenal ini.
Kemunculan AADC 2 ini tentu menjadi semacam hal yang sangat saya tunggu seperti umumnya para fans AADC lain. Saya yakin banyak yang melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan dengan memprediksi bagaimana sosok Cinta dan Rangga pada sekuel kedua ini. Apakah Cinta tetap setia menunggu Rangga selama kurang lebih 14 tahun? Apakah Rangga masih menulis puisi dan bagaimana kehidupannya di New York? Dan banyak sekali pertanyaan yang muncul dibenak saya menyambut pemutaran AADC dua ini.
Dan..... duaaaaaarrr! Begitu banyak scenes yang sangat menyentuh perasaan secara mendalam seakan saya pun adalah orang yang sudah sangat mengenal Cinta dan Rangga pada film tersebut. Terjadi semacam “multi-baper” (kalau dalam istilah kekinian) ketika dan sesaat setelah menonton film AADC 2 ini. Dua pemeran utama (Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra) ini begitu sempurna memerankan peranannya dalam sekuel kedua ini dan memberikan sensasi euporia romantisme cerita yang sungguh sangat berkelas.
Selesai menonton, saya mendengar banyak perbincangan penonton ketika berjalan keluar dari gedung bioskop. Percakapan itu beragam dan bisa saya klasifikasi. Pertama adalah fans ‘otentik’ AADC yang sama-sama mengalami sensasi luar biasa ketika film pertamanya diputar dan menjadi seorang fanatik yang hafal betul dengan jalan cerita serta karakter dua tokoh utama film tersebut. Yang kedua adalah mereka yang belum sempat menonton AADC pertama, namun menontonnya terlebih dulu sebelum menonton sekuel keduanya. Yang ketiga adalah mereka yang tidak pernah menonton yang pertama, lalu terbawa arus massa untuk menonton yang kedua hanya karena ingin mengikuti trend hari ini saja.
Sehingga penonton hari ini cukup beragam pendapat dan perasaannya usai menonton film drama romantis yang sangat berkualitas ini. Kelompok yang tidak pernah memahami secara runut dan komprehensif terkait film AADC sejak kemunculan pertama kalinya, tidak akan pernah memiliki sensasi yang sama dengan mereka yang sudah sangat khatam AADC pertama. Sungguh secara subjektif, saya menyatakan bahwa film ‘Ada Apa Dengan Cinta’ ini adalah film drama romantis Indonesia yang paling berbobot baik dari segi cerita maupun kualitas para pemerannya.
Tidak pernah ada film baru yang mampu menandingi keberkualitasan AADC  meski aktornya sama-sama dibentuk se-jutek atau sepuitis apapun seperti Rangga, atau dibentuk se-intelek apapun seperti Cinta. Mereka tetaplah Cinta dan Rangga yang tidak bisa digantikan oleh sosok aktor atau aktris lain sehebat apapun.

*artikel ini juga diterbitkan pada laman web Qureta

Friday 30 September 2016

Minoritas Tulus Dalam Mayoritas Pura-Pura

Dunia ini adalah tentang keberpura-puraan
Wajah-wajah yang tak pernah tunggal dalam kepalsuan
Entah itu demi kepentingan orang banyak
Atau hanya kepuasan nafsu sepihak

Mereka yang jujur dengan tattoo pada tangan dan kaki
Dengan lagu-lagu yang hanya dirinya saja bernyanyi
Atau puisi yang tak seorang pun harus memahami
Bahkan yang rela ditinggalkan oleh berhala popularitas
Demi kemerdekaan melawan kemunafikan yang menindas

Yang minor terkenang dalam ketiadaan
Yang mayor terjajah dalam keberadaan

Ramdan Nugraha, 30 September 2016

Friday 23 September 2016

MEMBACA dan Pengakuan Ku!

Oleh: Ramdan Nugraha



Membaca adalah ke-abadi-an
Ilmu tak habis, tiada terkikis
Makan dan minum adalah ke-fana-an
Lapar, haus, berakhir dalam jeruji emosi

Aku bisa hidup tanpa makan dan minum
Meski beberapa hari saja.
Namun ku bisa mati seketika
Sesaat setelah ku menutup buku - mati nalar dan akal!
Adakah yang lebih bahaya dari itu semua?

Raja - Raja Dosa

Oleh: Ramdan Nugraha



Manusia-manusia tua
Tak hanya raganya
Cara berpikirnya juga
Sejarah gelap warisan raja
Diwakafkan terus menerus
Menggerus kemanusiaan
Melalui darah-darah segar yang misterius
Atau para preman tak berotak
Yang bangga dengan kejahatannya
Siapa sebenarnya yang tak percaya Tuhan
Ku lihat kalian tak peduli dengan siksaan yang diperingatkan
Meneruskan hasrat binatang
Diaminkan oleh manusia-manusia pedang
Pria, wanita, tua, muda, remaja, balita, merdeka menghadap-Nya
Setelah disembelih, diperkosa, diseret, dengan bahak tawa
Dan kalian masih menjadi abdi setia para raja gila

Intelegensia





Kita adalah antara Surga dan Kebinasaan
Nyawa-nyawa sebagai tumbal kesia-siaan
Masih juga tak memberi iba atau kesempatan
Kemanusiaan yang masih mencari kemerdekaan

Kita intelegensia
Pada diri ini jutaan nasib manusia
Akan kah kita tetap dalam pengharapan
Seperti mereka yang slalu bermimpi untuk mapan?

Kita intelegensia
Terjemahkan!
Sampaikan!
Kita intelegensia
Wujudkan!

Kemanusiaan menunggu
Di depan pintu perunggu
Karena semua yang kuat
Telah lemah membatu

Ramdan Nugraha, 22 September 2016